Memiliki warna kebesaran orange,sesuai nama panjang mereka, Republik Orange Pusamania. Pusamania juga dijuluki Republik Orange. Salahsatu suporter tertua di Indonesia ini juga tercatat sebagai anggota resmi Asosiasi Suporter Kalimantan Timur (AS Kaltim).
Memiliki tak kurang dari 15 Ribu anggota resmi (Arsip data hingga tahun 2010) Pusamania tak hanya mendukung perjuangan tim kebanggaan di Theater Of Hell – julukan Stadion Segiri Samarinda. Tour luar kota pun mereka sambangi demi memperlihatkan kecintaan mereka terhadap Pesut Mahakam.
Sekilas tentang struktural Pusamania. Pusamania terlahir 9 April 1994. Duduk sebagai ketua Pusamania pertama adalah Adi Karya dan Tommy Ermanto sebagai wakil.
Respon luar biasa ditunjukkan masyarakat Samarinda yang menganggap Pusamania sebagai kebanggaan, selain kecintaan mereka kepada sepakbola kota tepian tentunya. Dukungan perdana Pusamania terjadi saat ratusan Pusamania ngeluruk ke Bontang memberikan dukungan kepada Pusam FC saat berhadapan dengan PKT (Pupuk Kaltim) Bontang di Kodak Galatama 1994/1995.
Untuk melihatkan identitas diri sebagai pendukung setia Pesut Mahakam, Pusamania sepakat untuk mengunakan baju putih polos yang disablon dengan tulisan Pusamania. Ditunjuklah H Iskandar, Koordinator Lapangan untuk tour ke kota Bontang. Mess Pusam di Jl Gatot Subroto Gg 12 pun padat dengan aktifitas persiapan tour perdana Pusamania saat itu.
Kenapa harus warna putih? pasalnya saat itu semua klub mendapat jatah jersey langsung dari sponsor yang bekerja sama dengan PSSI. Dan warnanya setiap tahun selalu berubah-ubah, meski pada awalnya Pusam FC lebih banyak mengunakan warna kuning kombinasi merah sebagai awal mula warna kebesaran.
Dan kenapa sekarang berubah menjadi orange? Konon, orange menjadi warna kebesaran hingga saat ini dinilai sebagai pemberian tuhan yang maha esa. Saat kostum klub-klub peserta Liga Indonesia masing sering di jatah PSSI, Putra Samarinda masih mengirim warna kostum kuning kombinasi merah sebagai kostum utama. Namun, entah penyebabnya apa. Kostum yang datang ke Samarinda adalah orange. Dan saat kostum orange diperkenalkan, disini awal adidaya Pusam terlihat sebagai klub raja sepak bola Kalimantan. Hingga kini, warna kostum orange masih dipertahankan.
Disisi lain, Pusamania perlahan tahun per tahun semakin membesar. Pusamania pun semakin dominan. Sayang, Liga Kansas ditahun 1996/1997 nama baik Pusamania sempat menjadi sorotan. Penyebabnya adalah kerusuhan yang melibatkan Pusamania dengan aparat keamanan.
Awal mula pecahnya kerusuhan terjadi akibat rasa persaudaraan yang tinggi diantara anggota Pusamania. Pusamania kala itu tak terima dengan sikap aparat yang dinilai berlebihan dengan seorang pendukung Pesut Mahakam. Melihat rekannya menjadi bulan-bulanan aparat, Pusamania secara serentak berontak. Laga pun sempat terhenti, meski akhirnya dilanjutkan hingga peluit tanda berakhirnya laga, walau dengan resiko aksi brutal Pusamania.
Kesalahpahaman ini tak hanya terjadi di dalam lapangan. Tak puas dengan aksinya di dalam stadion, amarah Pusamania semakin menjadi diluar Stadion Segiri. Bahkan, saat itu keberhasilan Pusam FC meraih kemenangan 4-0 atas tamunya Persegres Gresik, tak menjamin amarah Pusamania mereda. Hampir disemua jalan sekitar Stadion Segiri hancur akibat amukan Pusamania.
Beberapa daerah yang tak luput dari amarah Pusamania diantaranya, Jl Kesuma Bangsa, Jl Pahlawan, Jl Agus Salim dan Jl Bhayangkara. Fasilitas kota yang terdapat didaerah tersebut tak luput dari aksi anarkis. Traffic Light, pot bunga, kaca-kaca perkantoran serta mobil berplat merah pun menjadi sasaran amarah.
Kejadian yang dikenal “Tragedi Segiri” itu jelas membuat jajaran pengurus Pusamania terhenyak. Organisasi suporter ini ternyata telah sedemikian besar. Memiliki kekompakan serta kekuatan yang tak terduga. Disisi lain, ultimatum “Bubarkan Pusamania” dilontarkan Walikota Samarinda saat itu, H Lukman Said.
Pusamania menentang, pasalnya Pusamania dibentuk bukan karena dan oleh pejabat yang ingin sesuatu kepentingan. Maka tidak satu orang pun yang berhak membubarkan Pusamania, siapapun dia dan apapun jabatannya. “Pusamania dibentuk atas kehendak Allah swt,” jawab ribuan Pusamania saat itu. Negosiasi pun dilangsungkan antara jajaran Muspida Samarinda dan Pusamania. Disepakati, bahwa pembubaran Pusamania tidak akan dilakukan. Namun, Pusamania juga harus tetap menjaga agar aksi serupa tak terulang kembali.
Hal inipun menegaskan bahwa eksistensi Pusamania dalam bangkit dari keadaan sulit dan intimidasi dari berbagai pihak tidak mampu merobohkan solidaritas pendukung setia sepak bola Samarinda. Kejadian ini, lantas dijadikan pelajaran Pusamania. Evaluasi besar-besaran dilakukan di intern organisasi dan akhirnya disepakati nama Tommmy Ermanto Pasemah sebagai ketua Pusamania mengantikan Adi Karya.
Pusamania tak hanya jadi suporter biasa di Samarinda. Pusamania generasi sekarang juga harus bangga, bahwa seniornya terdahulu sudah pernah melakukan hal fenomenal saat menjaga keberadaan klub sepak bola Samarinda.
Beberapa aksi dengan mendesak bahkan tekanan kepada Pemkot Samarinda untuk turut mendukung klub bola kota tepian. Dan puncaknya terjadi pada tahun 2003 saat Pusam FC menarik diri dari liga akibat ketidak adilan PSSI saat itu. Pemilik klub, H Harbiansyah Hanafiah, lantas menghibahkan Pusam FC dan lisensinya dimanfaatkan Persisam Putra Samarinda. Pusamania juga menjadi saksi merger Pusam FC dan Persisam Putra.
Terbukti Pusamania berhasil membentengi persepak bolaan Samarinda dari jurang kehancuran sehingga masyarakat Samarinda sampai saat ini masih bisa menyaksikan tim kebanggaan berlaga di Liga Indonesia. “Inilah salah satu karya yang bisa dipersembahkan oleh Pusamania bagi masyarakat Samarinda,” bangga Tommy Ermanto Pasemah, yang sekarang dipercaya menjabat sebagai GM Persisam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar